Gen-Q’s Family Road to Subang



Subang, 3 Januari 2015
Alhamdulillah tepat pukul 07.35 mobil pun meluncur menuju Subang. Jadi, rencana perjalanan kami kali ini adalah menuju Walimatul ‘Ursy Mba Dyah dan Silaturahmi ke Rumah Mba Yohe (Rohaeti Afnan Jannati). Di perjalanan, kehangatan keluarga ini pun semakin terasa. Dari depan hingga belakang semuanya menikmati kebersamaan ini, berbincang-bincang melepas rindu ke sana ke mari. Sedangkan penulis sendiri mulai merasakan kantuk yang luar biasa, mungkin efek obat dramamine yang sebelum keberangkatan tadi penulis minum. Sehingga mohon maaf sekali tidak banyak hal yang dapat penulis ceritakan di bagian ini.
Di hari Sabtu yang cerah ini kami dari keluarga hijau hendak bersilaturahmi dan memenuhi undangan salah satu anggota keluarga kami dalam acara Gen-Q’s Family. Pada momen Gen-Q’s Family kali ini kami berkesempatan untuk memenuhi undangan Mba Dyah Setiastuti dari Gen-Q 23 yang merupakan salah satu alumni BAQI dan beliau adalah sekar atau sekretaris kaisar BAQI pada periode 2012. Ya, alhamdulillah hari ini kami dapat memberikan doa restu dan ucapan selamat secara langsung kepada beliau yang tengah berbahagia merayakan pernikahannya bersama Kang Supendi di Subang.
Cerita ini tentu berawal dari penulis sendiri yang sudah sejak pukul 06.15 menunggu di depan halaman Al-Furqan bersama Teh Rana (walaupun tidak ikut tapi beliau begitu antusias—sejak pukul 06.00 telah menanti). Baiknya teteh  BAQI yang satu ini beliau datang untuk mengantarkan kepergian kami sekaligus memberi saya obat dramamine (obat agar tidak mabuk perjalanan namun berefek pada tidur yang berkepanjangan) serta dua buah bungkus obat untuk mengatasi sakit gusi saya. *Terima kasih Teh Rana*
Pukul 06.30 keluarga Gen-Q yang lain sudah mulai berdatangan. Dari jauh terlihat akhwat berjaket ungu datang mendekat. Dan siapakah dia? She is Mrs. Rini. Yup! Beliau adalah alumni BAQI juga yang sering muncul untuk berkomentar di postingan anak-anak BAQI. Suasana pun bertambah hangat seiring dengan semakin tingginya sang matahari. Lalu, datanglah Mba Yanti, Teh Elin Anjasari bersama Teh Eca, Mba Resti bersama Teh Nda serta Teh Ellis yang muncul namun tidak ikut. Suasana ramai pun tidak dapat terbendung lagi. Maklum, momen ini jarang sekali kami temui khususnya untuk bersua dengan para alumni. Sehingga dapat dikatakan bahwa momen Gen-Q’s Family itu seolah-olah seperti acara reuni. *Ayo kita buat acara Reuni Alumni BAQI!^^*
Setelah semua persiapan dirasa sudah cukup siap dan para akhwat pun sudah memasuki mobil berwarna hijau itu (mobil BAQI banget) namun entah mengapa kami masih belum berangkat juga. Dan ternyata terjadi mis komunikasi dengan pihak travel sehingga mobil yang kami sewa ini kekuragan kursi. masyaAllah ternyata ikhwannya banyak sekali yang ikut dalam rombongan. Sehingga akhwat yang mulanya duduk di belakang (seperti pada saat akan ke pernikahan Teh Selly) harus keluar mobil terlebih dahulu dan berpindah ke tempat duduk yang paling depan. Posisi pun diatur sedemikian rupa agar semua dapat duduk dengan manis dan nyaman tentunya. Di samping pak supir telah ada Teh Elin Anjasari dan Teh Rini Aprilia. Di barisan kedua ada para akhwat yakni Mba Resti, Teh Nda, Teh Eca, Mba Yanti dan saya sendiri. Sedangkan para ikhwan menempati posisi baris ketiga dan keempat, yang sepertinya cukup berdesak-desakkan. Di sana ada Bang Dul, Kang Alawi, Kang Suy, Kang Hasyim, Kang Nur Alim, Kang Ersyad, Dede, Ipan dan Kang Suryadi (ketum baru kita). Jadi ada berapa orang? Sembilan??? Hmm, bener gak sih? *Berdasarkan absensi yang dismskan Kang Yoggi* Lalu, beberapa ikhwan lainnya berada di mobil Kang Bisri, yakni Kang Irfan, Kang Dany dan Kang Jalal. *mungkin ya ini juga, belum disurvey, hehe). Namun ya kurang lebih begitu. :D hehe
Pukul 11.15 kami pun tiba di kediaman Kang Supendi. Namun kami tertegun dan diam terpaku tatkala suasana di pelaminan dan tempat resepsi sepi dan tak ada pengantinnya seorang pun di pelaminan. Kami bingung, apakah ini kepagian ataukah kesiangan? Tenang, ternyata berdasarkan adat isiadat di wilayah tersebut, pengantinnya saat itu sedang diarak keliling kampung, pantas saja tadi terdengar suara musik tradisional. Karena hari sudah siang dan kami pun sudah keroncongan maka tanpa berbasa-basi lagi kami segera menikmati jamuan makan siang yang telah tuan rumah sediakan. Untuk hal yang satu ini, para ikhwan memimpin di depan yang dipimpin oleh Kang Suryadi. Pada saat makan, saya dan teman-teman akhwat akhirnya melihat Mba Dyah dan Kang Supendi di dalam rumah. Dan akhirnya mereka pun duduk di pelaminan. Namun karena adzan dzuhur telah berkumandang, maka sang pengantin pun segera kembali masuk ke dalam rumah. Lalu, kami  pun segera meminta izin untuk shalat dzuhur terlebih dahulu di masjid terdekat. Kami pun diantar oleh seorang bapak paruh baya menuju masjid. Setelah selesai shalat, kami segera kembali ke tempat resepsi. Kedua mempelai telah bersanding kembali di pelaminan, bak artis masa kini, kini mereka tengah berfoto dengan para tamu da keluarga. Mengabadikan momen indah yang tak kan terulang kedua kalinya. Kami pun tidak ingin ketinggalan, maka secepatkilat kami pun mengambil posisi untuk berfoto dengan pengantin. Jika makan diawali oleh para ikhwan, maka foto menjadi bagian para akhwat. Ya, yang pertama kali yang difoto adalah para akhwat dengan kedua pengantin. Tak lupa dikeluarkanlah kado Pengantin Doraemon dan Scrapbook Foto Mba Dyah. Alhasil, ikhwan pun tak mau ketinggalan, para ikhwan pun berfoto dengan kedua mempelai. Selesai berfoto selesai pula momen Gen-Q’s Family di Walimatul Ursy Mba Dyah. “Barakallahulaka wa baraka alaika wa jama’a bainakuma fii khair!” J Semoga yang belum menikah segera menyusul ya! :D
Pukul 13.10 mobil kembali meluncur. Kali ini menuju tempat tujuan selanjutnya, yakni Rumah Keluarga Mba Yohe. Tepatnya di daerah Sumur Adem. Sebenarnya tadi di dalam mobil sempat ada keinginan  untuk mengunjungi pantai terlebih dahulu, namun karena hari sudah semkin sore dan takut kemalaman juga tiba di Bandung maka hal itu ditunda. Ternyata dari tempat resepsi Mba Dyah tadi, cukup dekat dengan rumah Mba Yohe, hanya sekitar 25 menit. 13.35 kami sampai di tempat tujuan kedua. Di sambut hangat oleh keluarga Mba Yohe yang terdiri dari bapak, ibu, adik dan beberapa sanak-saudaranya. Masuklah kami ke dalam rumah yang ternyata sudah disediakan jamuan yang begitu luar biasa. Ada jeruk, salak, bolu gulung, bolu, kue lapis, peyek kacang, dan gorengan telur puyuh di dalam bakwan tahu (belum tahu namanya apa, tapi yang jelas ini yang paling enak).  Kalau ada anak BAQI pasti ada makanan, dan kalau ada makanan maka anak BAQI siap untuk menghabisi (kalaupun tidak habis, siap untuk dibungkus). Pada kesempatan kali ini juga Bang Dul berhasil mengerjai ketum baru yakni Kang Sur untuk menyampaikan sambutannya. Dalam sambutannya Kang Sur mengatakan bahwa “BAQI itu seperti rujak. Karena saat kita datang ke BAQI dengan warna-warni tersendiri maka saat sudah di BAQI pun ya kita akan begitu, kita tidak akan bisa menyamakan orang lain dengan diri kita.” Intinya saling mengerti, saling memahami harus selalu kita kedepankan, jangan sampai sedikit perbedaan yang ada menghilangkan persamaan yang sebenarnya jauh lebih banyak. J
Semua tempat tujuan sudah dikunjungi, maka kini saatnya kami pulang, kembali ke Bandung. Sekitar pukul 14.00 kami pulang menuju Bandung. Kini saya duduk di kursi depan samping pak supir bersama Teh Elin dan Teh Rini. Duduk di depan sini  membuat  rasa kantuk hilang dan udara dari AC di hadapan saya membuat tubuh saya semakin segar (walau ternyata lama-kelamaan membuat saya masuk angin) karena tepat sekali berada di depan tubuh saya. Dengan posisi yang sedemikian rupa saya mencoba menghangatkan suasana sekaligus berkenalan lebih dekat dengan kedua alumni ini. Teh Elin Anjasari atau yang dipanggil dengan Teh Elin Senior merupakan alumni BAQI dari Gen-Q 23. Sewaktu berkuliah di UPI beliau duduk sebagai mahasiswa PKK dengan prodi Tata Boga. Maka beliau sering dipanggil juga sebagai Chef Elin. Sewaktu kuliah juga beliau ternyata sering mengisi di berbagai jurusan termasuk di IPAI sendiri, lalu diundang sebagai juri lomba memasak pun pernah. Kini beliau tengah mengabdi di SMP Khalifah, Sukabumi. Beliau mengajar cooking class, tahsin dan IPS. Berbicara mengenai makanan, pesan beliau “semakin instan pembuatannya bisa jadi semakin tinggi pula resiko atau kandungan berbahaya di dalamnya.” Hal ini disampaikan tatkala aku menceritakan mengenai pembuatan es krim dengan menggunakan gas nitrogen saat menonton salah satu program televisi masa kini. Kemudian, beliau pun menyampaikan pula bahwa “kebersihan yang berlebihan dalam makanan pun kurang baik karena itu akan membuat tubuh kita semakin sensitif dan tatkala kita lupa maka akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.” “Lalu, makanan yang paling aman adalah makanan yang dibuat oleh diri kita sendiri.” (Jadi teringat bekal makananku yang walaupun sederhana namun itulah karya orang tuaku yang dibuat dengan penuh kasih sayang.)
Teman-teman di kursi belakang terlihat sudah mulai terlelap tidur sedangkan hari sudah semakin beranjak sore. Atas persetujuan Teh Rini, aku akan mewawancarai pak supir yang sedari tadi belum ada yang mengajaknya berbincang-bincang. Padahal  seseorang yang mengendarai kendaraan sebaiknya memang harus diajak mengobrol agar tidak mengantuk. Maka, dengan mengucap basmallah ku mulai perbicangan dengan pak supir yang setia menemani perjalanan kami ini. Perkenalkan, nama beliau adalah Pak Agus Supardi. Beliau berasal dari Ciater dan sekarang bertempat tinggal di Cianjur bersama anak dan istrinya. Pak Agus memiliki dua orang anak perempuan, anak yang pertama sudah menikah dan sudah memberi dua orang cucu sedangkan anak yang kedua masih duduk di bangku SMP. Pesan beliau yakni agar dalam pernikahan kita harus menyiapkan segala sesuatunya. Sebenarnya beliau adalah supir travel Bandung-Jakarta, namun karena ada seorang temannya yang meminta bantuan maka beliau pun bersedia. *Terima kasih Pak Agus telah mengantarkan perjalanan kami!*
Duduk di depan ternyata menyenangkan, saya pun berbincang bersama Teh Rini Aprilia. Ternyata beliau merupakan sekretaris umum periode 2011. Jadi, setelah Teh Rini baru Mba Dyah yang berlanjut kepada Kang Ilyas selama dua periode. Berbincang bersama Teh Rini lebih banyak memutar kisah masa lalu, baik kisahku selama satu tahun di BAQI ini maupun kisah Teh Rini beberapa tahun kebelakang. Ternyata benar, alasan Kang Ilyas untuk memasuki BAQI karena gratis alias tidak bayar sama sekali itu benar adanya—langsung dari saksi hidupnya yakni Teh Rini sendiri. Masa itu mungkin hijab ikhwan-akhwat BAQI tidak sedemikian ketat seperti saat ini. Di mana kita ikhwan-akhwat seolah-olah tidak saling mengenal atau berpura-pura untuk tidak saling kenal. Teh Rini menyampaikan bahwa BAQI merupakan keluarga, sehingga sekre pun kita panggil rumah (ya, Rumah BAQI) maka bagaimana mungkin jika di dalam rumah kita memakai topeng dihadapan ibu-bapak kita atau adik dan kakak kita. Semua berjalan dengan ciri khas dan gayanya masing-masing. Dan yang tak boleh dilupakan adalah bahwa dakwah yang BAQI lakukan itu adalah dakwah Al-Quran, di mana semua orang khususnya mahasiswa baik itu yang sudah sholeh maupun belum pun kita ajak atau kita dakwahi.  Maka tak heran jika masa-masa itu ikhwan-akhwat saling memanggil dengan panggilan sist-bro dan loe-gue. Mungkin itulah adaptasi dengan lingkungan yang para pendahulu lakukan. Kawan! Memang setiap masa pasti akan berbeda. Setiap masa kepemimpinan pasti akan berbeda pula atmosfernya. Sudah menjadi hal yang lumrah juga kita bertanya mengapa ini dan begitu. Perubahan itu memang suatu keniscayaan, namun kebijaksanaan dalam menghadapi perubahan itulah yang harus selalu kita latihkan dalam diri kita. Sehingga tak ada lagi perasaan merasa paling benar dan merasa orang lain paling salah. Mari kita duduk bersama dan kita bicarakan dari hati ke hati. Syukuri dan syukuri setiap momen yang terjadi saat ini karena pasti hal itu tidak akan terulang kembali. Hingga suatu hal itu sudah tidak ada pastilah kita akan merindukannya kembali. Sabar dan syukur adalah kunci kehidupan BAQI yang utama. J
Pukul 16.00 adzan shalat ashar tentu telah berkumandang sejak 45 menit yang lalu, namun kami belum juga beranjak untuk rehat sejenak dan bermunajat kepada-Nya. Maka, kami memutuskan untuk segera berhenti di masjid terdekat untuk segera menunaikan shalat. Sebelumnya, Pak Agus berencana untuk berhenti di Masjid As-Sa’adah Ciater (tempat PMQ 3 kemarin), namun karena sudah semakin senja maka menuju masjid yang terdekat saja yakni Masjid Al-Hajar di sebelah kanan jalan. Shalat telah ditunaikan maka kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Bandung.
Setelah duduk di depan, akhirnya saya kembali ke tempat asal yakni di kursi kedua. Namun, berhubung kursi di baris kedua ini hanya cukup untuk 4 orang dan teman-teman akhwat pun sudah cukup merasa lelah, maka saya harus duduk di belakang pak supir, Pak Agus. Berhadapan dengan Mba Yanti dan Teh Eca yang mulai mengantuk, maka senja itu pun saya temani dengan membaca buku karya Ust. Kemas Mahmud Al-Hanif yang berjudul Menyelami Samudera Hikmah. Di dalam buku  tersebut terdapat beberapa cerita yang penuh hikmah. Saya pun mulai membacanya untuk kedua tetehku, Mba Yanti dan Teh Eca (dongeng sebelum tidur untuk mereka). Kisah-kisah yang dibacakan mengenai keluarga. Sebenarnya cerita yang dibacakan cukup mengharukan namun karena para ikhwan dibelakang yang mulai ricuh maka suasana mengharukan pun harus didapati dengan penuh konsentrasi. Saya yang sedang membacakan beberapa kisah diiringi backsound berbagai suara oleh para ikhwan. Kisahnya kali ini mengenai seorang ibu yang bermata satu bersama anaknya yang durhaka, Dita yang kehilangan tangannya karena hukuman ayahnya yang memukul kedua tangan Dita menggunakan ranting pohon, bersyukur dengan uang sepulu ribu dan beberapa kisah lainnya.
Rintik hujan dan macet di sekitar Pasar Lembang sudah menjadi hal yang tak bisa dihindari. Maka Pak Agus pun berinisiatif untuk melalui jalan alternatif yakni melalui Parongpong. Kami kira Pak Agus akan melalui jalan pintas yang melalui Pondok Hijau (PH) atau Sersan Bajuri, namun ternyata tidak. Benarlah saja, beliau akan melalui Parongpong-Cihanjuang. Artinya apa? Artinya ini menuju Cimahi, menuju tempat tinggal saya. Dengan penuh kegembiraan, alhamdulillah akhirnya saya pun turun di pertigaan Cihanhjuang-Ciwaruga di depan SIAS untuk pulang ke rumah. Selamat jalan Keluarga Hijauku! Maafkan lahir dan batin ya atas semua kesalahan di perjalanan kali ini. Semoga kita bisa bertemu kembali di acara Gen-Q’s Family selanjutnya ya! Subhanaka allahumma wa bihamdika asyadu alla ilaa ha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh! Salam Penuh Cinta!  (Elin Herawati/Gen-Q 27)
Diselesaikan di Cimahi, 4 Januari 2014 pukul 14.08 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Alasan Untuk Memulai

RESUME MATERI ONE MONTH BE A PUBLIC SPEAKER KE-1